Sabtu, 15 Desember 2012

DIMENSI PERTANYAAN HATI




NAMA            : ASTRI WAHYUNI
NIM                : 12709251044
TUGAS           : REFLEKSI FILSAFAT ILMU



            Kita ketahui bahwa untuk berfilsafat awalnya kita selalu mempunyai pertanyaan dalam hati ataupun pertanyaan yang di lisankan atau dilafalkan. Setelah itu baru kita mencari tahu tentang apa yang kita pertanyakan guna mencari tahu kebenaran atau hakikat dari hal yang kita pertanyakan. Pertanyaan itu berdimensi, didalamnya terdapat pertanyaan yang ada dan yang mungkin ada, kita bebas bertanya tentang hal apapun mengenai hal yang menyangkut dunia ataupun akhirat. Namun hendaknya kita juga tahu hal apa saja yang bisa dipertanyakan, karena bertanya juga harus sopan terhadap ruang dan waktu. Mengapa demikian? Karena saat pertanyaan kita salah ruang dan salah waktu bisa saja orang yang kita tanya tidak tertarik untuk menjawabnya, atau bahkan ia marah karena merasa terganggu atau tidak dihargai.
            Jika saya katakan bertanya itu dapat membangun ilmu, maka sah-sah saja karena semua pemikiran itu sifatnya relatif dan tergantung bagaimana kita merelialisasikannya. Dan adakah pertanyaan yang meruntuhkan ilmu pengetahuan? Jawabannya pasti ada, adapun pertanyaan yang meruntuhkan pertanyaan itu adalah pertanyaan yang sudah melampaui batas intuisi yang benar. Contohnya saat kita bertanya pada diri sendiri ataupun bertanya pada orang lain mengenai “Bisakah Allah menciptakan makhluk yang lebih kuat dari pada diri-Nya?” Astagfirullah.... maka mintalah ampun pada Allah saat kita meragukan kekuasaan Allah, dan berhati-hatilah dalam memikirkan segala sesuatu yang menyangkut dzat maha sempurna Allah SWT. Karena yang demikian itu perkara keimanan kita dan merupakan hal yang tidak dapat kita jawab dengan sempurna, masalah tauhid tidak bisa dijawab dan dipecahkan dengan akal pikiran manusia. Hal yang demikian itu memang sudah ada ketetapannya, bukan rekayasa pemikiran manusia.
            Jika demikian maka pikirkanlah hal yang pantas untuk di pikirkan, misalnya memikirkan bagaimana cara meningkatkan keimanan terhadap Allah SWT? Hal ini sangat bermanfaat bagi kita dan sangat bermanfaat bagi orang lain jika dishare kepada orang lain, seperti yang saya ketahui dari pernyataan dosen filsafat yaitu Bapak Marsigit.. ia menyatakan bahwa saat kita tidak mau tau tentang segala sesuatu maka bisa digambarkan bahwa pengetahuan kita seperti benih kacang yang tak berkembang, maka niatkanlah dalam hatimu untuk mencari tahu bagaimana meningkatkan keimanan, mengamalkan segala ibadah, sehingga benih tersebut dapat berkembang dan tumbuh besar, berbuah dan bermanfaat bagi orang lain. Subhanallah... semoga kita menjadi orang yang mampu terus berkembang menuju kearah yang lebih baik, aamiin...
Pertanyaan:
1.    Dimanakah batas maksimal usaha kita dalam hidup ini?
2.    Pencapaian hidup yang bagaimana seharusnya kita gapai?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar