Jumat, 11 Januari 2013

TUGAS AKHIR FILSAFAT




RIWAYAT HIDUP DAN FILSAFAT AL-KINDI

Makalah Dibuat Dalam Rangka Melengkapi Tugas-tugas Perkuliahan Filsafat Ilmu
 Dari :  Dr. Marsigit M.A.,
 Tahun Aajaran  2012/2013



                                                DISUSUN OLEH :
                                          Nama:  Astri Wahyuni, S.Pd
Nim: 12709251044


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2013




DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................ i
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................ 3
A.  Riwatat Hidup Al-Kindi.......................................................................................... 3
B.  Filsafat Al-Kindi...................................................................................................... 4
1.      Filsafat Ketuhanan............................................................................................. 5
2.      Filsafat Jiwa....................................................................................................... 6
C.  Keserasian Agama dan Filsafat dalam Pandanga Al-kindi..................................... 8
BAB III PENUTUP..................................................................................................... 12
·      Kesimpulan.............................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 13



















BAB I
PENDAHULUAN

Adanya jurang pemisah yang dalam antara islam dengan filsafat Aristoteles dalam berbagai persoalan, kemudian adanya serangan yang banyak dilancarkan oleh kalangan agama terhadap setiap pembahasan pikiran yang tidak membawa hasil yang sesuai dengan kaidah agama yang ditetapkan sebelumnya, serta hasrat para filsuf sendiri untuk dapat menyelamatkan diri dari tekanan-tekanan tersebut agar mereka bisa bekerja dengan tenang,  itulah hal-hal yang mendorong filsuf-filsuf untuk mempertemukan agama dengan filsafat.
Sebagaimana Al-Kindi, ia mempertemukan agama dengan filsafat atas dasar pertimbangan bahwa keduanya sama-sama merupakan ilmu tentang kebenaran, sehingga diantara keduanya tidak ada perbedaan. Pengaruh golongan Mu’tazilah nampak jelas pada jalan pemikirannya, ketia ia menetapkan kesanggupan akal manusia untuk mengetahui rahasia-rahasia apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Ilmu filsafat pertama yang meliputi ketuhanan, keesaan, keutamaan, dan ilmu-ilmu lain yang mengajarkan bagaimana cara memperoleh hal-hal yang berguna dan menjauhkan hal-hal yang merugikan, dibawa juga oleh rasulullah.
Menurut Al-Kindi, kita tidak boleh malu untuk mengakui kebenaran dan mengambilnya (kebenaran islam), dari manapun datangnya, meskipun dari bangsa-bangsa lain yang jauh letaknya dari kita. Tidak ada yang lebih utama bagi orang yang mencari kebenaran dari pada kebenaran itu sendiri. Orang yang mengingkari filsafat berarti mengingkari kebenaran, dan karenanya maka ia menjadi kafir. Bahkan lawan-lawan filsafat sangat memerlukan filsafat untuk memperkuat alasan-alasannya.
Terkadang terdapat perlawanan dalam lahiriyah antara hasil pemikiran filsafat dengan ayat-ayat Al-Qur’an. Pemecahan Al-kindi terhadap masalah ini adalah bahwa kata-kata dalam bahasa Arab bisa mempunyai arti sebenarnya (hakiki) dan arti majazi (kiasan, bukan arti sebenarnya). Arti majazi ini hanya dinyatakan dengan jalan takwil ( penafsiran), dengan syarat harus dilakukan oleh orang-orang ahli agama dan ahli pikir.
Kalau ada perbedaan antara afilsafat dengan agama, maka perbedaan itu hanya dalam cara, sumber, dan ciri-cirinya, sebab ilmu nabi-nabi (agama) diterima oleh mereka sesudah jiwanya dibersihkan oleh Tuhan dan disiapkan untuk menerima pengetahuan (ilmu) dengan cara luar biasa diluar hukum alam.
Sesuai dengan pendirian Al-Kindi, bahwa filsafat harus memilih, maka ia sendiri berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mencarinya dengan jalan mengikuti pendapat orang-orang yang sebelumnya dan menguraikan sebaik-baiknya.
            Usaha yang dilakukan manusia ini bukanlah untuk menemukan Tuhan secara absolut atau mutlak, namun mencari pertimbangan kemungkinan-kemungkinan bagi manusia untuk sampai pada kebenaran tentang Tuhan. Inilah yang kita katakan manusia mencari Allah suatu Filsafat Ketuhanan, berpikir tingkat tinggi sepeti ini haruslah didasari oleh iman yang kuat agar kita tidak salah jalan dan sesat. Karena sesungguhnya yang maha mengetahui atas hakikat ketuhanan itu hanyalah Allah SWT.
Beberapa sikap orang beriman dalam mencari pencerahan akan adanya Allah:
·         Manusia yang menerima begitu saja dikarenakan ajaran turun-temurun dari para pendahulunya, manusia ditekankan harus percaya, bahkan tanpa bertanya.
·         Manusia mulai bertanya mengapa dirinya ada? Mengapa alam ada?
·         Kemudian menanyakan Allah terkait; siapa, isinya, dan mengapa Dia ada
Semua jawaban itu akan dijawab oleh para ahli dalam bidang yang disebut teologi; theos dan logos, ilmu tentang hubungan manusia dan ciptaan dengan ALlah. Jawaban-jawabannya bisa sangat beragam, tergantung agama dan kepercayaan yang mana yang memberikan jawaban. Namun setidaknya ada beberapa kesimpulan yang mereka berikan sebagai jawaban, dan sebaiknya kita tetap mendasarkan pemikiran itu pada sumber yang benar agar kita tidak salah jalan dan tersesat dalam hasil pemikiran kita sendiri.







BAB II
PEMBAHASAN
A.  RIWAYAT HIDUP AL-KINDI
Terkenal denga sebutan “Filsuf Arab”, Ya’kub Ibn Ishaq Al-Kindi, berasal dari Kindah di Yaman tetapi lahir di Kufah (Irak) pada tahun 797 M. bisa dikatakan Al-kindi merupakan filsuf pertama yang lahir dari kalangan Islam. Semasa hidupnya, selain bisa berbahasa Arab, ia mahir berbahasa Yunani pula. Banyak karya-karya para filsuf Yunani diterjemahkannya dalam bahasa Arab; antara lain karya Aristoteles dan Plotinus. Al-Kindi berasal dari kalangan bangsawan dari Irak, ayah Al-Kindi adalah Gubernur Basrah. Setelah dewasa ia pergi ke bagdad dan mendapat lindungan dari Khalifah Al-Ma’mun (813-833 M) dan Khalifah Al-Mu’tasim (833-842 M). Al-Kindi menganut aliran Mu’tazilah dan kemudian belajar filsafat. Zaman itu adalah zaman penterjemahan buku-buku Yunani dan Al-Kindi sepertinya juga aktif dalam gerakan penterjemahan ini, tetapi usahanya lebih banyak dalam member kesimpulan dari pada menterjemah. Karena ia orang yang berada, maka ia dapat membayar orang-orang untuk menterjemahkan buku-buku yang diperlukannya.
Al Kindi menuliskan banyak karya dalam berbagai bidang, geometri, astronomi, astrologi, aritmatika, musik (yang dibangunnya dari berbagai prinip aritmatis), fisika, medis, psikologi, meteorologi, dan politik. Ia membedakan antara intelek aktif dengan intelek pasif yang diaktualkan dari bentuk intelek itu sendiri. Argumen diskursif dan tindakan demonstratif ia anggap sebagai pengaruh dari intelek ketiga dan yang keempat. Dalam ontologi dia mencoba mengambil parameter dari kategori-kategori yang ada, yang ia kenalkan dalam lima bagian: zat(materi), bentuk, gerak, tempat, waktu, yang ia sebut sebagai substansi primer. Al Kindi mengumpulkan berbagai karya filsafat secara ensiklopedis, yang kemudian diselesaikan oleh Ibnu Sina (Avicenna) seabad kemudian. Ia juga tokoh pertama yang berhadapan dengan berbagai aksi kejam dan penyiksaan yang dilancarkan oleh para bangsawan religius-ortodoks terhadap berbagai pemikiran yang dianggap bid'ah, dan dalam keadaan yang sedemikian tragis (terhadap para pemikir besar Islam) al Kindi dapat membebaskan diri dari upaya kejam para bangsawan ortodoks itu.
Al-kindi sendiri mengarang buku-buku dan menurut keterangan Ibn Al-Nadim buku-buku yang ditulisnya berjumlah 241 berupa filsafat, logika, ilmu hitung, astronomi, kedokteran, ilmu jiwa, politik, optika, music, matematika, dan sebagainya. Dalam The Legacy of Islam kit abaca bahwa bukunya tentang optika diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan banyak mempengaruhi Roger Bacon. Al-Kindi meninggal pada tahun 973 M.
Unsur-unsur filsafat yang kita dapati pada pemikiran Al-Kindi ialah :
a.   Aliran Pytagoras tentang matematika sebagai jalan kearah flsafat.
b. Pemikiran-pemikiran Aristoles dalam soal-soal fisika dan metafisika. Meskipun Al-Kindi tidak sependapat dengan Aristoteles tentang qodim-nya alam.
c.    Pemikiran-pemikiran Plato dalam hal-hal kejiwaan.
d.   Pemikiran-pemikiran Plato dan Aristoteles bersama-sama dalam soal estetika.
e.   Wahyu dan iman (ajaran-ajaran agama) dalam hal-hal yang berhubungan dengan Tuhan dan sifat-Nya.
f.  Aliran Mu’tazialah dalam memuja kekuatan akal manusia dan dalam menakwilkan ayat-ayat Al-Qur’an.

B.  FILSAFAT AL-KINDI
Al-Kindi mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu yang termulia serta terbaik dan yang tidak bisa ditinggalkan oleh setiap orang yang berpikir. Kata-katanya ini ditunjukkan kepada mereka yang menentang filsafat dan mengingkarinya karena dianggap sebagai ilmu kafir dan menyiapkan jalan kepada kekafiran.
Menurut Al-Kindi, filsafat adalah ilmu tentang hakikat (kebenaran) sesuatu menurut kesanggupan manusia, ilmu ketuhanan, ilmu keesaan (wahdaniyah), ilmu keutamaan (fadilah), ilmu tentang semua hal yang berguna dan cara memperolehnya serta cara menjauhi perkara-perkara yang merugikan. Jadi, tujuan seorang filsuf bersifat teori, yaitu mengetahui kebenaran dan bersifat amalan, yaitu mewujudkan kebenaran tersebut dalam tindakan. Semakin dekat dengan kebenaran, semakin dekat pula kepada kesempurnaan.
Dalam keterangan Al-kindi tersebut terdapat unsur-unsur pikiran Plato dan Aristoteles. Unsur Aristoteles terlihat pada pembagian filsafat bersifat teori dan amalan. Unsur Plato ialah tercermin dari pendefinisiannya terhadap filsafat, karena sebelum Al-Kindi, Plato telah mengatakan bahwa filsuf adalah orang yang menghiasi dirinya dengan mencintai kebenaran serta penyelidikan, dan lebih mengutamakan jalan keyakinan daripada dugaan (dhan).
Jalan mencapai kebenaran telah digariskan oleh Plato dan aliran Pitagoras. Aliran Pitagoras menetapkan matematika sebagai jalan ke arah ilmu filsafat. Sesuai dengan itu, maka Al-Kindi dalam salah satu risalahnya menyatakan perlunya matematika untuk filsafat dan pembuatan obat-obatan. Dalam riasalah lain yang berjudul Buku Aristoteles, Al-kindi menekankan perlunya mempelajari buku-buku Aristoteles dengan menyebutkan urut-urutan kegunaan  dan tingkatannya. Dengan demikian maka Al-Kindi selain memperlihatkan corak Platonisme dan Pitagorasme,  ia merupakan pengikut Aristoteles pertama di Arab.

Filsafat Al-kindi yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain:
1.      Filsafat Ketuhanan
Selain seorang filosof, Al-kindi adalah seorang ahli ilmu pengetahuan. Ia membagi ilmu pengetahuan menjadi dua, yaitu :
a)  Pengetahuan Illahi (Divine Science) sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an yaitu Nabi dari Tuhan. Dasar pengetahuan ini adalah keyakinan.
b)  Pengetahuan Manusiawi (Human Science), atau falsafat. Dasarnya adalah pemikiran (ratio-reason).

Filsafat baginya ialah pengetahuan tentang yang benar (knowledfe of truth). Di sinilah terlihat persamaan filsafat dengan agama. Tujuan agama ialah menerangkan apa yang benar dan apa yang baik, begitu pula tujuan tujuan filsafat. Disamping wahyu, agama menggunakan akal, dan filsafat juga menggunakan akal. Yang benar pertama (the fisrt truth) bagi Al-kindi ialah Tuhan. Dengan demikian, pada dasarnya filsafat membahas soal Tuhan dan agama. Dan filsafat yang paling tinggi ialah filsafat tentang Tuhan. Sebagaimana yang dikatakan Al-Kindi:
Filsafat yang tekemuka dan tertinggi derajatnya adalah filsafat utama, yaitu tentang yang Benar Pertama, yang menjadi sebab bagi segala yang benar

Tuhan dalam filsafat Al-kindi tidak mempunyai hakikat dalam arti aniah atau mahiah. Tidak aniah karena Tuhan tidak termasuk dalam benda-benda yang ada dalam alam, bahkan Ia adalah Pencipta alam. Ia tidak tersusun materi dan bentuk. Juga Tuhan tidak mempunyai hakikat dalam bentuk mahiah, karena Tuhan tidak merupakan genus atau species. Tuhan hanya satu, dan tidak ada yang serupa dengan Tuhan. Tuhan itu unik. Ia adalah Yang Benar Pertama dan Yang Benar Tunggal. Ia semata-mata satu.. hanya ialah yang satu, selain Tuhan semuanya mengandung arti banyak.
Sesuai dengan paham yang ada dalam islam, Tuhan bagi Al-Kindi adalah Pencipta dan bukan penggerak pertama seperti pendapat Aristoteles. Alam bagi Al-Kindi bukan kekal di zaman lampau, tetapi mempunyai permulaan. Karena itu dalam hal ini ia lebih dekat pada filsafat Platonius yang mengatakan bahwa Yang Maha Satu adalah sumber dari alam ini dan sumber dari segala yang ada. Alam ini adalah emanasi dari Yang Maha Satu. Namun paham emanasi ini kurang kentara dalam filsafat Al-Kindi, sehingga kemudian Al-Farabi-lah yang menuliskan tentang paham tersebut dengan jelas.
Menurut Al-Farabi Emanasi adalah teori tentang keluarnya sesuatu yang wujud mumkin (alam makhluk) dari Dzat yang wajibul wujub (Dzat yang Mesti Adanya/Tuhan). Teori Emanasi disebut juga teori “urut-urutan wujud”.

2. Filsafat Jiwa
Tidak mengherankan bahwa pembahasan tentang jiwa menjadi agenda yang penting dalam filsafat Islam, hal ini disebabkan jiwa termasuk unsur utama dari manusia, bahkan sebagai inti sari dari manusia, kaum filosof muslim memasuki kata jiwa (al-Nafs) pada apapun yang dinisbatkan Al-Qur’an dengan ruh, Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Tidak menjelaskan secara tegas tentang ruh atau jiwa, bahkan Al Qur’an, sebagai sumber pokok ajaran Islam menginformasikan bahwa manusia tidak akan mengetahui hakekat ruh, karena ini adalah urusan Allah SWT, bukan urusan manusia. Justru itu kaum filosof muslim membahas jiwa mendasarkannya pada filsafat jiwa yang dikemukakan para filusuf Yunani, kemudian mereka selaraskan dengan ajaran Islam.
                               
Menurut Al-Kindi roh (jiwa) adalah Jauhar Basith,  tunggal, tidak tersusun, tidak panjang dan lebar, jiwa mempunyai arti penting, sempurna dan mulia, substansi (jauharnya) berasal dari Allah. Hubungan dengan Allah sama dengan hubungan cahaya dengan matahari, akan tetapi, apakah dengan demikian jiwa itu berasal alam Ilahi atau alam idea seperti dikatakan Plato, tampaknya Al-Kindi hanya mengatakan kita datang di alam ini bagaikan titian atau jembatan yang dilalui oleh para penyebrang, tidak mempunyai tempat yang lama, tempat yang kita harapkan adalah alam tertinggi yang luhur ke mana jiwa kita akan berpindah setelah mati.

Ruh memiliki wujud tersendiri dalam berbeda dengan badan, sebab jasmani mempunyai hawa nafsu dan sifat pemarah, sedangkan ruh selalu menentang keinginan hawa nafsu, sementara sifat ruh menjadi penganjur kepada ketenangan dan kelembutan, oleh karena itu perbedaan antara ruh dan jasmani amat jelas. Inilah argumen Al-Kindi “ ruh bersifat kekal dan tidak hancur dengan hancurnya badan,  ruh tidak hancur karena substansinya berasal dari substansi badan, ruh tidak memperoleh kesenangan yang sebenarnya dan pengetahuan sempurna, hanya sebatas bercerai dengan badan, ruh memperoleh kesenangan sempurna  dalam  bentuk  pengetahuan  sempurna. Setelah  bercerai  dengan badan ruh pergi ke alam kebenaranatau alam kekal, diatas bintang-bintang dalam lingkungan cahaya Tuhan, dekat dengan Tuhan, disinilah letak kesenangan abadi dari ruh.

Al-Kindi menolak pendapat Aristoteles yang mengatakan bahwa “jiwa manusia sebagai benda-benda, tersusun dari dua unsur, materi dan bentuk, materi ialah badan dan bentuk adalah jiwa manusia, hubungan badan dan jiwa sama dengan hubungan dengan materi. Al-Kindi berpendapat bahwa ”jiwa lain dari badan dan mempunyai wujud sendiri, karena keadaan badan yang mempunyai hawa nafsu, sudah jelas bahwa yang melarang tidak sama, tetapi berlainan dari yang dilarang.

Pada pembahasan selanjutnya Al-Kindi dalam tulisannya juga menjelaskan bahwa pada jiwa manusia terdapat tiga daya, antara lain:
1. daya nafsu (al-quwwat al-syahwaniyyat) yang terdapat di perut,
2. daya marah (al-quwwat al-qadabiyyah) yang terdapat di dada, dan
3. daya pikir (al-quwwat al-aqliyyat) yang berpusat pada kepala.

Akhirnya  dalam  risalah  yang  berjudul  maqalat  fi  al-aql  (pembahasan tentang akal) ia mengembangkan tema tentang intelek, Al-Kindi membatasi akal kepada empat bagian:
1. Akal aktif
2. Akal potensial
3. Akal yang beralih dari potensial ke aktual
4. Akal akhir
Menurut Al-Kindi yang dimaksu dengan “akal aktif adalah serupa dengan “sebab  pertama”  dalam  konsepsi  Aristoteles  yakni  Tuhan,  akal  ini  senantiasa dalam keadaan aktif karena ia sebab bagi apa yang terjadi pada jiwa manusia khususnya  dan  pada  alam  ini  umumnya.  Adapun  tiga  akal  yang  lain,  maka  ia adalah jiwa itu sendiri, jiwa merupakan  ”akal potensi sebelum ia memikirkan obyek pemikiran (maqulat) dan setelah memiliki obyeknya, maka ia beralih menjadi akal aktual” , akal dalam keadaan akal potensial tidak bisa dengan sendirinya menjadi akal aktual tanpa ada sebab dan sebab bagi terjadinya proses itu adalah “akal aktif atau juga disebut “akal pertama” yakni Tuhan, jiwa dalam tingkat akal aktual telah memiliki obyek pemikirannya, sehingga ia bisa menggunakannya kapan ia kehendaki, dalam tingkat terakhir, akal disebut “akal akhir” jika ia telah mengunakan akal tersebut dalam kenyataan dalam hal ini Al- Kindi memberi contoh “menulis” yang terdapat dalam jiwa sebagai bentuk pengetahuan menulis, lalu dia pergunakan untuk menulis oleh si penulis kapan saja ia kehendaki.

C.  KESERASIAN AGAMA DAN FILASAFAT DALAM PANDANGAN
AL-KINDI
Selama ini orang berpendapat bahwa antara agama dan filsafat sebagai dua hal  yang  saling  kontradiktif.  Pandangan  tersebut  pada  mulanya  dianut  oleh mereka  yang berpaham  konservatif  dan  sangat  anti  dalam  menggunakan  akal dalam persoalan agama. Mereka berdasar pada asumsi bahwa filsafat secara epistemologi bertolak pada murni akal dan memakai metode skeptip (keragu- raguan). Sedangkan agama adalah wilayah keimanan yang membutuhkan keyakinan, jawaban ini sepintas cukup memuaskan namun sungguh tidak tepat jika jawaban ini kemudian diterapkan pada filsafat Islam.
Al-Kindi adalah orang Islam    pertama meretas    jalan mengupayakan pemaduan dan keselarasan antara filsafat dan agama atau akal dan wahyu, karena antara keduanya tidak bertentangan karena masing-masing adalah ilmu tentang kebenaran. Sedangkan kebenaran itu hanyalah satu, dalam pengembangan filsafat pertama  Al-Kindi  mengatakan:  ”yang  paling  luhur  dan  paling  mulia di  antara segala seni manusia adalah seni filsafat, pengetahuan segala hal, sejauh batas akal manusia, tujuannya adalah mengetahui hakekat kebenaran dan bertindak sesuai dengan kebenaran itu.
Bagi Al-Kindi, argumen yang dibawa Al-qur’an lebih menyakinkan daripada argumen yang dikemukakan filsafat, tetapi filsafat dan Al-Qur’an tidaklah bertentangan, Al-Kindi mengatakan “Kebenaran yang diberitakan wahyu tidaklah bertentangan dengan kebenaran yang dibawa oleh filsafat, karena filsafat adalah pengetahuan tentang yang benar (knowledge of truth). Dari sini kita lihat persamaan antara filsafat dan agama, yaitu menerangkan apa yang benar dan apa yang baik, agama disamping wahyu juga menggunakan akal sebagaimana filsafat menggunakan akal.
Menurut Al-Kindi kita wajib berterima kasih kepada para pendahulu yang telah memberikan kita ukuran kebenaran, dengan menganjurkan kita memetik buah  pikiran  mereka  dan  memperluas  kesempatan  kita  mencapai  masalah- masalah yang tersembunyi dari kebenaran itu, mereka juga telah memberi rambu- rambu yang meluruskan jalan kita menuju kebenaran.

Tujuan Al-Kindi di atas adalah untuk menghalalkan filsafat bagi umat Islam, usaha yang dilakukan cukup menarik dan bijaksana, ia mulai dengan membicarakan kebenaran sesuai dengan anjuran agama yang mengajarkan bahwa kita wajib menerima kebenaran dengan sepenuh hati tanpa mempersoalkan sumbernya, sekalipun misalnya sumber itu dari orang asing, kemudian usaha berikutnya ia masuk pada persoalan pokok yakni filsafat. Telah diketahui bahwa tujuan filsafat sejalan dengan ajaran yang dibawa oleh Rasul, oleh karena itu sekalipun ia datang dari Yunani, maka kita menurut Al-Kindi wajib mempelajarinya bahkan lebih jauh dari kita wajib mencarinya
Menurut Al-Kindi ada dua jenis ilmu pengetahuan : pertama, pengetahuan ilahi, yaitu segala pengetahuan yang tertuang dalam Al-Qur'an, pengetahuan ilahi ialah  rangkaian  pengetahuan yang langsung diturunkan oleh Allah Swt kepada Nabi Muhammad Saw. Pondasi pengetahuan ilahi adalah keyakinan atau iman. Kedua, pengetahuan manusiawi atau falsafat yang menggunakan pemikiran rasional, kedua  pengetahuan  ini  satu  dengan  yang  lain  tidak  mengandung pertentangan hanya dasar dan argumentasinya yang berbeda, dengan kata lain pengetahuan  filsafat  adalah  pengetahuan  yang  menggunakan  akal  sedangkan pengetahuan ilahi berasal dari wahyu.
Selanjutnya menurut Al-Kindi “pengetahuan manusia sendiri terdiri dari pengetahuan     aqli dan pengetahuan  naqli,   pengetahuan    pertama dapat mengungkapkan hakekat sesuatu, sedangkan pengetahuan terakhir hanya dapat mengungkapkan bagian-bagian sifat dari obyeknya. Hakekat yang dimaksud adalah sifat-sifat umum dari objek.
Sebagai orang yang mempelajari pikiran-pikiran filsafat dari masa-masa sebelumnya, maka ia memperkenalkan pikiran-pikiran itu kepada dunia arab Islam tentang  berbagai  persoalan  yang  sebenarnya  terasa  asing  oleh  mereka.  Oleh karena itu, timbullah reaksi pada mereka untuk tidak mengambil filsafat dalam menyelesaikan persoalan agama. Namun, Al-Kindi tetap semangat untuk menghalalkan filsafat bagi umat Islam, untuk memuakan pihak terutamaorang- orang yang tidak senang pada filsafat, dalam usaha pemaduan ini Al-Kindi juga membawakan ayat-ayat Al-Qur'an menurutnya menerima dan mempelajari filsafat sejalan dengan ajaran Al-Qur'an yang memerintahkan pemeluknya untuk meneliti dan  membahas  segala  fenomena  di  alam  semesta  ini,  di  antara  ayat-ayatnya sebagai berikut :
1. Surat Al-Hasyr (59) : 2
....maka    ambillah          untuk   menjadi           pelajaran,        hai       orang-orang    yang mempunyai pandangan.

2. Surat Al-Araf (7): 185
Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan  bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah.

3. Surat Al-Ghasyiyat (88) : 17-20
Maka apakah mereka tidak memperhatikan untuk bagaimana ia diciptakan. Dan langit, bagaimana ia ditinggikan. Dan gunung-gunung, bagaimana ia ditegakkan. Dan bumi, bagaimana ia dihamparkan.
           
Dengan  demikian, Al-Kindi telah membuka pintu bagi penafsiran  filosofis terhadap Al-Qur'an, sehingga menghasilkan persesuaian antara wahyu dan akal dan antara filsafat dan agama didasarkan pada tiga alasan :
1. Ilmu agama merupakan bagian dari filsafat
2. Wahyu   yang   diturunkan   kepada   Nabi   dan   kebenaran   filsafat   saling bersesuaian
3. Menurut ilmu secara logika diperintahkan agama.

Menurut Al-Kindi untuk memahami tujuan Nabi SAW. dalam Al-Qur'an, diperlukan penafsiran atau penjajakan makna-makna taksa (ambigous ) yang terkandung dalam Al-Qur'an   dengan sikap seperti orang-orang beragama dan berakal budi yang benar , dia juga melukiskan penafsiran itu dengan mengutip  ayat Al-Qur'an      (QS. Al-Rahman  (55): 6) yang berbunyi, bintang-bintang dan pepohonan bersujud pada Allah....., Al-Kindi menunjukkan bahwa apabila ditafsirkan secara tepat, ayat tersebut bisa   menjelaskan betapa segala sesuatu termasuk yang diangkasa luar, bersujud kepada Allah.  Tampak jelas bahwa Al-Kindi adalah pelopor dikembangkannya penafsir hermeneutic (takwil) pada ayat taksan (mutasyabihat) dalam Al-Qur'an.


Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Al-Kindi merupakan pioner dalam melakukan usaha pemaduan antara filsafat   dan agama atau antara akal dan wahyu. Ia melempengkan jalan bagi Al-Farabi,Ibn Sina, dan Ibn Rusyd yang datang kemudian atau dapat dikatakan bahwa Al-Kindi telah memainkan peranan yang besar dan penting dalam pentas filsafat Islam.
























BAB III
PENUTUP


KESIMPULAN
Al-Kindi, adalah seorang  filosof yang berusaha mempertemukan agama dengan filsafat. Sebagai seorang filosof, al-Kindi amat percaya kepada kemampuan akal untuk memperoleh pengetahuan yang benar tentang realitas. Tetapi dalam waktu yang sama, diakui keterbatasan akal untuk mencapai pengetahuan metefisis. Oleh karena itu, menurut al-Kindi, diperlukan adanya Nabi yang mengajarkan hal-hal di luar jangkauan akal manusia yang diperoleh dari wahyu Tuhan. Pemikiran filsafat al-Kindi merupakan pemikiran awal dan sebagai pembuka jalan bagi para filosof sesudahnya.
Al-kindi berupaya membuktikan bahwa berfilsafat tidak dilarang. Meski Al-Kindi terpengaruh pemikiran-pemikiran Plato dan Aristoteles dan memperlihatkan corak pitagorasme, namun dalam beberapa hal Al-Kindi tidak sependapat dengan para filosof Yunani mengenai hal-hal yang dirasakan bertentangan dengan ajaran islam yang diyakininya. Sebagai filosof islam pertama yang menyelaraskan agama dengan filsafat, ia telah melicinkan jalan bagi filosof sesudahnya, seperti Al-Farabi, Ibn Sina, dan Ibn Rusyd.
Sebagai generasi muda yang baik, harusnya kita juga dapat memahami betapa pentingnya pondasi (agama) itu sendiri dalam berfilsafat. Jangan memikirkan dan melakukan sesuatu hal dalam hidup tanpa adanya dasar yang benar, khususnya dalam berfilsafat karena saat kita salah kita akan tersesat dan akan menerima dampak negatif atas apa yang telah kita kerjakan.










DAFTAR PUSKATA

Ahmad Daudi, Kuliah Filsafat islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1995, Cet. II Ahmad
Amroni Daradjat, Suhrawardi : Kritik Filsafat Paripetik, Lkis, Jakarta, 2005, Cet. I
Drs. Poerwantana dkk, Seluk-Beluk Filsafat Islam, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 1987
Hanafi, Pengantar Filsafat Islam Bulan Bintang, Jakarta, 1991, Cet. V
Prof. Dr. Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1973



Tidak ada komentar:

Posting Komentar